Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Selasa,
18 Februari 2014
“Ada yang lebih efektif memproduksi
air mata dibanding irisan bawang, kamu!” posting saya untuk sebuah update
sosial media. Benar, saat itu nyata saya memang sedang menangis sebab
seseorang. :D
Dan tak beberapa lama setelah itu,
dua rekan saya memberi komentar menguatkan. Berharap saya tidak menangis dan
dilanda GALAU! Haha sungguh, air mata saya kian membuncah. Menyekanya teriring
derai tawa. Saya memang menangis, mengeluarkan air mata hingga membasahi bantal,
membuang beberapa tissu, dan menyisakan rona merah di kornea saya. Tapi jujur,
itu bukan air mata kesedihan, juga bukan bentuk lain dari amarah, itu air mata
syukur. Sebuah syukur sebab telah bertemu banyak hal, dan dari sekian banyak
hal ada ‘kamu’ disana. Seorang yang masih setia mendoakan saya untuk kelak
diberi jalan untuk saling melengkapi bersama. Seorang ‘kamu’ yang masih setia
saya mohonkan Allah untuk menjaganya.
Hmm saya paham tentang komentar dari
saudari tersayang saya itu, mereka hanya sedang berfikir bahwa saya sedang
menangis dan butuh penguatan. Sebab mereka masih mengira, bahwa menangis
(sebuah aktivitas mata untuk memproduksi air mata/ mengalirkan air mata)
identik dengan kelemahan, cengeng, dan hal hal lain yang mengacu pada label
kerapuhan.
Benarkah demikian? Bagi saya, alasan
Allah menciptakan air mata tak melulu perkara lambang kerapuhan. Coba kita
sedikit flasback, pada kenangan mengalirkan air mata, sebuah aliran aneh yang
berhulu di pelupuk mata. Bukankah ada banyak ragam alasan kita mengeluarkan air
mata? Membaca kisah hidup seseorang, mengenang masa lalu, mendengar pernyataan
seseorang, melihat penderitaan orang, bahkan mendengar kabar yang sangat
membuat bahagiapun kadang air mata bergulir tanpa permisi, dan parahnya gas volatil
pada bawang yang telah bereaksi dengan udara sehingga menjadi sulphuric acid
pun mampu membuat kita benar benar termewek mewek tanpa kaitan dengan suasana
hati.
Terbukti bahwa sejatinya air mata
diciptakan tak semata untuk label kerapuhan, ada banyak guna disana. Dari
segala rupa suasana hati, sebuah refleksi dari ragam rasa yang mengahampiri,
wujud ekspresi kebahagiaan, kesedihan, keterharuan, kekecewaan, kemarahan,
kerinduan, dan masih banyak lainnya. Juga tentang perlindungan diri sebuah
kornea, sebab saraf mata yang sensitif dan akan teriritasi jika terkena
sulphuric acid sehingga terangsang untuk memproduksi air mata tanpa peduli
suasana.
Dan salahkan dengan aktivitas
menangis sehingga harus dihentikan dan dilarang?
Keterkaitan mata dan rasa, dimana
air mata sebagai pintu dari ragam pendaman rasa, saya sangat memperbolehkan
seseorang untuk menangis. Silahkah menangis, laki laki maupun perempuan tak
jadi soal. Laki laki tidak akan kehilangan apapun ketika dia menangis, bahkan
dia akan semakin lengkap menjadi manusia. Perempuanpun tidak akan kehilangan
ketegarannya hanya sebab menangis, malah akan nampaklah kekuatannya yang
sebenarnya. Menangislah, bukan untuk minta dipahami, namun menangislah sebab
kamu memahami. Memahami akan apa yang sebenarnya terjadi. Memahami kepada siapa
harus berserah diri. Memahami tempat tepat untuk menunjukkan kepasrahan sejati.
Ya, Allah SWT semata. Menangislah sebab kita paham akan segala hikmah yang
bertebaran dalam tiap perkara. Menangislah sebab kita paham rapalan doa akan
merajutkan sajadah tempat bersujud kita. Dan menangislah sebab kita paham
Allahlah satu satunya Dzat tepat untuk kita bersandar.
Ya, sekali kali tak apa memanjakan
mata untuk menangis, namun bersama tetesan air mata itu, buktikan bahwa kamu
sedang mengumpulkan batu bata iman untukmu berpijak kemudian. Sebuah percaya
akan kebesaran.Nya. Bahwa Allah selalu lebih besar dan berkuasa dari apapun yang dihadapi.
Dan pernahkan kita meneteskan air
mata saat mendengar ayat ayat.Nya?
Pernahkah kita meneteskan air mata
saat mengingat alam mahsyar dan hari hisab, atau sekedar membayangkan siksa
neraka?
Subhanallah, jika pernah, air mata
itu adalah air mata termahal di dunia. Sebab melalui air mata itu, Allah akan
melindungi kita pada hari yang saat itu tiada perlindungan kecuali perlindungan.Nya.
“Ada tujuh golongan yang dilindungi
Allah SWT pada hari yang saat itu tiada perlindungan kecuali
perlindungan_Nya.(Dan salah satunya dia adalah)seseorang yang mengingat
Allahdalam kesendirianya,lalu berlinanglah air matanya”
Diperkuat dalam salah satu hadist
riwayat Imam Tirmidzi.
“Dua mata yang tidak akan pernah
tersentuh api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut pada Allah dan mata
yang selalu terjaa di jalan Allah.”
Menangis pun tak hanya menjadi aktivitas
fisik manusia, namun ia juga sebuah manifestasi dari Kemahalembutan Allah SWT.
Berbahagialah mereka yang selalu menyebutkan asma Allah setiap mengalirkan air
mata.
Kali ini, dalam linangan saya, ada
‘kamu’ yang hilir mudik membersamai rapal syukur saya.
Sangat bersyukur bertemu dengan
kamu, saudariku :”)
Kamu yang selalu mengajak saya untuk
lebih kuat dan tegar.
Kamu yang selalu membantu saya untuk
bangun saat terjatuh.
Sangat bersyukur bertemu dengan
kamu, rekan dengan ragam karakter :”)
Kamu yang selalu mengajarkan makna
keragaman tanpa membedakan.
Kamu yang selalu mengajarkan membuat
makna setiap harinya.
Sangat bersyukur bertemu kamu,
adikku sayaang :”)
Kamu yang selalu memberikan kepingan
semangat empat limamu.
Kamu yang selalu mengulumkan senyum
ramahmu.
Sangat bersyukur bertemu kamu,
seorang yang masih ku simpan baik baik di sela doa.
Kamu yang selalu menjadi refleksi
pada cermin masa depan.
Kamu yang selalu menghangatkan
melalui lengan doa.
Juga kamu yang selalu memberi inspirasi
tiada henti. :”)
Dalam linangan ini, saya hanya
sedang bersyukur atas kejutan dan keajaiban yang Allah pertemukan dengan saya
sehingga kamu dan saya mampu bersua. Saya sedang bersyukur, sebab diajarkan
banyak hal dalam rencana rencana.Nya yang jauh dari duga. Maka biarkanlah saya
menangis :”)
Lantas, ketika cobaan datang
menyesakkan dada kita tidak menangis, melihat kepedihan orang lalu mencoba
berempati seolah kitalah yang menanggung kepedihan itu namun tetap tak berair
mata, tepatkan itu sebagai bukti kehebatan dan ketegaran?
May be, its right, kembali dari
kacamata mana kita melihatnya, hanya saja pernah kah kita menanyakan tentang
kelembutan hati kita? :”) Dan saya masih
tetap tidak menolak untuk menemanimu menangis, bahuku memang kecil, namun saya
akan menyediakan hati yang besar untuk menemanimu menangis. :”)
0 comments:
Post a Comment