Rss Feed
  1. Jalan Memutar

    Sunday, 21 June 2015

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    semacam aliran yang melingkar



                Untukmu yang melalui jalan memutar.
                Saya paham perasaan itu. Sebuah rasa dengan sesal sebab tahu bahwa untuk mengetahui jalan yang seharusnya kita lalui ketika kita berada di tengah jalan yang telah kita pilih sekarang. Semacam perasaan tersesat dan ingin mengembalikan waktu yang telah dijudikan diawal melangkah. Kamu tidak sendiri, saya pernah merasakannya. Sering malah. Makannya saya paham.
                Jelas, tidak sama. Cerita kita berbeda.
                Jalanmu di sana dan jalan saya di sini. Tapi tetap, kita sama – sama saling berpindah dari sini ke sana kan? Pun dengan kesempatan memilih yang sejatinya setiap insan memilikinya. Saya berkesempatan memilih hal yang saya butuhkan. Kamu pun sejatinya berkesempatan memilih apa yang patut diperjuangkan. Dalam setiap keharusan yang diberikan, selalu ada iya dan tidak kan? Melakuan atau membiarkan. Menuruti atau meninggalkan.
                “Bagaimana dengan orang sekitar kita yang menuntut ini itu, orangtua, keluarga, juga beberapa rekan dekat?!”
                Hei, ini jalanmu bukan jalan mereka.
                Kamu selalu yang lebih tau apapun yang kamu butuhkan. Orangtua, keluarga, juga beberapa rekan dekat hanya media untuk menyuarakan beberapa masukan, meski kadang kurang menyenangkan namun kamu tetap memiliki wewenang untuk menyaringnya menjadi alat membangun diri. Data – data yang barangkali akan kamu butuhkan dalam perjalanan yang akan kamu perjuangkan.
                “Lantas bagaimana jika sudah sampai menjelang akhir dari perjalanan yang salah ini. Saya merasa salah jurusan.”
                Saat kita bertemu dengan batu bebal, hanya ada dua pilihan. Menjadi air untuk si batu atau menjadikan si batu sebagai loncatan melanjutkan langkah. Kita sudah cukup lama menjadi air, maka saatnya menjadikan batu itu loncatan ke depan. Melangkahlah dengan senyum senang sebab kamu segera melunasi jalan itu. Ketersesatan yang telah kamu sadari dan lekan membenahi langkah selanjutnya dengan percaya diri.
                Jika ini perkara pendidikan dan pekerjaan di masa mendatang, its ok Dear! Meski kebanyakan orang menempuh pendidikan untuk mencari pekerjaan, bagaimana jika kita membuatnya berbeda? :”) Menjadikan pendidikan semacam ladang ilmu untuk sebagian bekal menghadapi esok, mengambil ilmu sebanyak – banyaknya. Lantas pekerjaan itu semacam melakukan hal yang menyenangkan hati dengan tetap menyertakan konsep kebermanfaatan. Sederhanannya pendidikan itu serupa kampus / sekolah yang mempertemukan kita dengann ragam materi (yang terkadang sedikit berguna untuk kita :v ) juga mempertemukan kita dengan orang ragam karakter, komunitas dengan ragam visi, dan tentu di sanalah kita  menemukan banyak kacamata. Toh faktanya banyak yang bekerja tidak selalu sesuai dengan jalur pendidikannya. Lulusan fakultas keguruan yang berwirausaha, lulusan fakultas pertanian yang bekerja di bank, lulusan fakultas teknis yang jadi penulis, lulusan fakultas ekonomi yang menjadi fotografer, juga lulusan lulusan lain yang membelok jauh dari ilmu yang ditimbanya di bangku pendidikan. Barangkali bukan sebab tidak sesuai passionnya, tapi itu memang jalannya. Terkadang untuk menjadi diri sendiri sepenuhnya, kita terpaksa menjadi orang lain dulu. :”) (Jujur ini sangat menyebalkan, tapi kenyataannya demikian. Sabar adalah kunci melaluinya.)
                Melihat beberapa rekan yang nampak nyaman dengan jalannya. Pilihan juruan yang sesuai passion dan restu orangtua serta banyak dukungan. Beberapa yang jalannya lekas mencapai sukses. Beberapa yang nampak tak ada masalah. Beberapa yang selalu bahagia. Menggoda untuk iri memang, tapi sungguh menikmati ketersesatan ini pun bukan tanpa tujuan Tuhan. Rencana Allah untuk kita selalu lebih menakjubkan bukan? Nikmati saja, sebab jalan yang katanya tersesat ini adalah cara Ia memberikan banyak pandangan untuk kita. Kesabaran, perjuangan, berbaik sangka, kesyukuran, kesungguhan, komitmen, konsistensi, juga kepasrahan dan percaya penuh pada.Nya adalah bekal kita untuk menikmati jalan ini.
                “Bagaimana dengan usia yang kian senja?”
                Agak menyesak? Iya, tentu. Tapi setidaknya kita sudah merasakannya dan dari sana kita belajar melindungi anak cucu kita dari perasaan semacam yang kita rasakan ini. Membekali kepahitan dan ketertatihan kita sebagai kewaspadaan serta memudahkan anak cucu kita. Insya Allah.
                “Jadi?”
                Teruskanlah perjalananmu. Jalan saja. Berpindahlah. Terus bergerak. Meski selangkah yang penting kita tidak terseret arus penyesalan terlalu lama. Nikmati perpindahan ini. Oksigen dan atmosfer yang berubah – ubah adalah hikmah membawa berkah. Insya Allah.
                Semangat menangani impianmu dengan penuh cinta meski dengan jalan yang berputar – putar. ^_^



  2. 0 comments: