Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
semacam aliran yang melingkar |
Untukmu yang melalui jalan memutar.
Saya paham perasaan itu. Sebuah rasa dengan sesal sebab
tahu bahwa untuk mengetahui jalan yang seharusnya kita lalui ketika kita berada
di tengah jalan yang telah kita pilih sekarang. Semacam perasaan tersesat dan
ingin mengembalikan waktu yang telah dijudikan diawal melangkah. Kamu tidak
sendiri, saya pernah merasakannya. Sering malah. Makannya saya paham.
Jelas, tidak sama. Cerita kita berbeda.
Jalanmu di sana dan jalan saya di sini. Tapi tetap, kita
sama – sama saling berpindah dari sini ke sana kan? Pun dengan kesempatan
memilih yang sejatinya setiap insan memilikinya. Saya berkesempatan memilih hal
yang saya butuhkan. Kamu pun sejatinya berkesempatan memilih apa yang patut
diperjuangkan. Dalam setiap keharusan yang diberikan, selalu ada iya dan tidak
kan? Melakuan atau membiarkan. Menuruti atau meninggalkan.
“Bagaimana dengan orang sekitar kita yang menuntut ini
itu, orangtua, keluarga, juga beberapa rekan dekat?!”
Hei, ini jalanmu bukan jalan mereka.
Kamu selalu yang lebih tau apapun yang kamu butuhkan.
Orangtua, keluarga, juga beberapa rekan dekat hanya media untuk menyuarakan
beberapa masukan, meski kadang kurang menyenangkan namun kamu tetap memiliki
wewenang untuk menyaringnya menjadi alat membangun diri. Data – data yang
barangkali akan kamu butuhkan dalam perjalanan yang akan kamu perjuangkan.
“Lantas bagaimana jika sudah sampai menjelang akhir dari
perjalanan yang salah ini. Saya merasa salah jurusan.”
Saat kita bertemu dengan batu bebal, hanya ada dua
pilihan. Menjadi air untuk si batu atau menjadikan si batu sebagai loncatan
melanjutkan langkah. Kita sudah cukup lama menjadi air, maka saatnya menjadikan
batu itu loncatan ke depan. Melangkahlah dengan senyum senang sebab kamu segera
melunasi jalan itu. Ketersesatan yang telah kamu sadari dan lekan membenahi
langkah selanjutnya dengan percaya diri.
Jika ini perkara pendidikan dan pekerjaan di masa
mendatang, its ok Dear! Meski kebanyakan orang menempuh pendidikan untuk
mencari pekerjaan, bagaimana jika kita membuatnya berbeda? :”) Menjadikan
pendidikan semacam ladang ilmu untuk sebagian bekal menghadapi esok, mengambil
ilmu sebanyak – banyaknya. Lantas pekerjaan itu semacam melakukan hal yang
menyenangkan hati dengan tetap menyertakan konsep kebermanfaatan. Sederhanannya
pendidikan itu serupa kampus / sekolah yang mempertemukan kita dengann ragam
materi (yang terkadang sedikit berguna untuk kita :v ) juga mempertemukan kita
dengan orang ragam karakter, komunitas dengan ragam visi, dan tentu di sanalah
kita menemukan banyak kacamata. Toh
faktanya banyak yang bekerja tidak selalu sesuai dengan jalur pendidikannya.
Lulusan fakultas keguruan yang berwirausaha, lulusan fakultas pertanian yang
bekerja di bank, lulusan fakultas teknis yang jadi penulis, lulusan fakultas
ekonomi yang menjadi fotografer, juga lulusan lulusan lain yang membelok jauh
dari ilmu yang ditimbanya di bangku pendidikan. Barangkali bukan sebab tidak
sesuai passionnya, tapi itu memang jalannya. Terkadang untuk menjadi diri sendiri
sepenuhnya, kita terpaksa menjadi orang lain dulu. :”) (Jujur ini sangat
menyebalkan, tapi kenyataannya demikian. Sabar adalah kunci melaluinya.)
Melihat beberapa rekan yang nampak nyaman dengan
jalannya. Pilihan juruan yang sesuai passion
dan restu orangtua serta banyak dukungan. Beberapa yang jalannya lekas mencapai
sukses. Beberapa yang nampak tak ada masalah. Beberapa yang selalu bahagia.
Menggoda untuk iri memang, tapi sungguh menikmati ketersesatan ini pun bukan
tanpa tujuan Tuhan. Rencana Allah untuk kita selalu lebih menakjubkan bukan?
Nikmati saja, sebab jalan yang katanya tersesat ini adalah cara Ia memberikan
banyak pandangan untuk kita. Kesabaran, perjuangan, berbaik sangka, kesyukuran,
kesungguhan, komitmen, konsistensi, juga kepasrahan dan percaya penuh pada.Nya
adalah bekal kita untuk menikmati jalan ini.
“Bagaimana dengan usia yang kian senja?”
Agak menyesak? Iya, tentu. Tapi setidaknya kita sudah
merasakannya dan dari sana kita belajar melindungi anak cucu kita dari perasaan
semacam yang kita rasakan ini. Membekali kepahitan dan ketertatihan kita
sebagai kewaspadaan serta memudahkan anak cucu kita. Insya Allah.
“Jadi?”
Teruskanlah perjalananmu. Jalan saja. Berpindahlah. Terus
bergerak. Meski selangkah yang penting kita tidak terseret arus penyesalan
terlalu lama. Nikmati perpindahan ini. Oksigen dan atmosfer yang berubah – ubah
adalah hikmah membawa berkah. Insya Allah.
Semangat menangani impianmu dengan penuh cinta meski
dengan jalan yang berputar – putar. ^_^
0 comments:
Post a Comment