Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
google search |
Sebut saja TK Permata Hati Jajar,
tempat saya berkesempatan belajar menemani anak – anak bermain. Tempat saya
berkesempatan belajar sabar pada perilaku menggemaskan bocah tiga hingga enam
tahun. Tempat saya berkesempatan belajar mendengar bunda – bunda bertutur
perkara biduk rumah tangganya. Tempat saya mendapat banyak masalah anak – anak.
:D
“Bu Risa..... Bu Risa.” Kirana
terburu menghampiri saya kala jeda istirahat.
“Iya Kirana, kenapa?” jawabku tenang
sembari merapikan buku Penghubung Sekolah - Orangtua.
“Ada masalah.” Jawabnya singkat,
mengharap perhatian.
“Siapa yang bermasalah Sayaang?”
Adegann selanjutnya adalah saya dan
Kirana akan menuju si anak yang menjadi korban, lantas memanggil si tersangka.
Kenapa harus diawali siapa? Sebab untuk meminimalisir perhatian anak – anak
lain, juga lebih efektif bin efisien ketika area masalah dipersempit bukan?
Kemudian seusai kedua pihak
dipertemukan, tanyakanlah duduk masalahnya. Dengarkan dari dua pihak secara
adil. Ajak anak untuk saling bersalaman dan bertukar senyuman. Masalah selesai.
Lantas ingatkan bahwa kita harus sayang teman.
Biasanya masalah anak – anak itu
tidak jauh – jauh dari, rebutan mainan, enggak mau bergantian, ada yang
ngomongnya keras – keras padahal Cuma mengingatkan dan jatuhnya malah jadi kaya
marah – marah, terus belain temennya yang nampak tertindas tapi dianya biasa
aja. Maka, ingatkan anak – anak bahwa mainan itu harus bergantian. Kalau ada
yang merebut, diingatkan kalau mainan itu sudah dipakai temannya kita harus
bersabar menunggu giliran bergantian, dan yang sedang bermain juga harus sadar
bahwa ada yang sedang mengantri menunggu giliran. :D
Terus kalau ada anak – anak yang
mengingatkan temannya dengan teriak – teriak?
“Ssstttt, kakak kalau mau
mengingatkan tidak teriak – teriak nuw. Nanti to kalau teriak – teriak, kasihan
tenggorokannya kakak, nanti bisa sakit. Terus suaranya kakak kalau hilang
gimana? Kan kalau teriak teriak juga enggak enak to di dengarnya. Mending kakak
deketin adeknya, baru deh kakak bilang langsung.”
^O^
“Anak – anak kok diajarin bermasalah
to?! Gedhenya mau jadi apaan!” komentar seorang rekan mendengar ceritaku.
Bukan bermasalah Bunda, tepatnya
peka terhadap masalah. Perkara besarnya mau jadi apa, ya terserah anak – anak
nuw. :D
Peka terhadap masalah itu penting
untuk anak, (sesungguhnya orang dewasa juga demikian :v), setidaknya dengan
anak terbiasa bertemu masalah ia akan sering pula bertemu dengan solusi.
Berlahan anak terbiasa menyelesaikan masalah yang ditemuinya, dihadapi bukan
dihindari. Dilecut tanpa pengecut. :D
^O^
Faktanya kepekaan seseorang memang
baiknya distimulus sejak dini, terlebih dengan masalah yang ada disekitar kita.
Bayangkan saja, ketika kita tidak memiliki kepekaan tersebut, selalu
mengganggap semua baik – baik saja padahal ada hal yang harus dicarikan solusi
(aka masalah). Seperti sakit yang memberi gejala namun masih diabaikan
siempunya badan. Jatuhnya malah sakit kebangetan to? :”) nah iya sama, ketika
ada kepekaan terhadap masalah dan ditindak lanjuti dengan tindakan penyelsaian
masalah penuh bijak, insya Allah bibit bibit masalah besar itu sudah hangus
sebelum tumbuh. :”)
Jadi enggak papa bermasalah, asalkan
tetap bersolusi juga :D
0 comments:
Post a Comment