Rss Feed
  1. Kasih Ibu

    Sunday 21 June 2015

    Bismillaahirrahmaanirrahiim :)

    Kasih Ibu

    Kasih ibu kepada beta.
    Tak terhingga sepanjang masa.
    Hanya memberi tak harap kembali.
    Bagai sang surya menyinari dunia.

                Empat baris yang jika diresapi betul betul akan benar benar menganaksungaikan bukit pipi.
                Lantas bagaimana sepasang bibir kecil itu melontarkan tanya atas kasih ibunya yang ia lupa melihatnya dimana? Mempertanyakan apakah ia putri yang benar dulu dikandungnya atau hanya putri yang tertukar serupa tontotan tipi yang jauh dari mutu itu?
                Saya rasa, mencintai adalah naluri yang muncul alamiah dari seorang yang telah menjadi ibu. Rasa kasih, mengayomi, juga melindungi, adalah karunia Allah yang diberikan kepada setiap Ibu, tanpa kecuali.
                Sekalipun perempuan itu, yang usianya hanya sembilan belas tahun diatas saya lebih sering memperlakukan saya sebagai wanita dibanding anaknya. Tapi saya paham dan percaya bahwa dia sangat mencintai saya.
                Usapan sepertiga malamnya, pembebasannya untuk memilih kepercayaan, senyum sepulang saya dari Solo, juga tatap percayanya dalam lantunan cerita suka duka selama jarak nyata membentang, pun dengan suara valsetonya, omelan – omelannya, kalimat satirnya. Dia tetap mencintai saya.
                Bahkan untuk perkara pamrih, terkadang mengingat air membuatku ragu akan ketulusan Surya menyinari Bumi. :v Menyangsikan ketulusan sang surya menyinari bumi. Sebab kerap air menguap ke udara dalam serta sinar surya, apakah itu bentuk balas budi Bumi? Entahlah. Tapi yang jelas, Ibu atau yang lebih sering saya panggil Mamak adalah orang yang hanya meminta saya bahagia. :”)
                Berbahagialah.
                Perempuan yang setiap hela nafasnya adalah doa.
                Setiap langkahnya adalah pengabdian.
                Setiap harinya adalah telinga tersabar di dunia.
                Bagaimana dengan omelan – omelan pedasnya? Sindiran, serta beberapa perilaku tidak menyenangkan darinya? Masihkah itu disebut cinta? Masihkan itu menandakan saya anak kandungnya?
                Tentu.
                Itu adalah cara ia menempa saya. Pun denganmu jika pernah merasakannya. Betapa menjengkelkannya ketika seorang Ibu mengomel terhadap apapun yang kita lakukan. Bahkan kita selalu paham ada alasan dari setiap tindakan kita. Bahwa sejatinya apa yang kita kerjakan bukan suatu yang membawa kesia – siaan. Bahwa kita sedang mengikhtiarkan sesuatu.
                Itu adalah bentuk percaya darinya. Percaya bahwa kita mampu melewati ini. Percaya bahwa kita mampu menangani luka dengan suka. Percaya bahwa kita akan tumbuh kuat dalam tempaannya.
                Sering, seorang Ibu bertindak menjengkelkan, menampakan sisi yang seolah tidak manusiawi. Tapi jauh dilubuk hatinya ada cinta untuk kita, dalaaaaaam dan penuh kesungguhan. Barangkali di belakang sikapnya yang begitu tidak menyenangkan, ada tetes sesal yang ia curahkan hanya kepada Tuhan, yang tidak ingin dilihat oleh kita, yang dengan rapat ia sembunyikan. Untuk apa? Agar kita tidak melihat kelemahannya, sebab harus ada teladan akan kekuatan perempuan. Dan kita sedang membutuhkan teladan itu bukan? :”) Maka kuatlah. Tak perlu menyerah. Sebab perempuan itu pulalah yang selalu mendoakan kita untuk tidak mudah menyerah. :”)
                Hanya ada dua pasal perkara kasih ibu.
                Setiap Ibu pasti mencintai anaknya.
                Jika Ibu terlihat tidak mencintai anaknya, maka kembali ke pasal satu.
                Untukmu yang masih mencari kasih ibu, temukanlah ia di sajadah panjang yang setiap hari menampung sujud dan doanya.
                Untukmu yang masih mencari kasih ibu, temukanlah ia di garis hitam bawah matanya yang setiap waktu terjaga mengawasi kita penuh percaya.
                Untukmu yang masih mencari kasih ibu, temukanlah ia di hela nafas kala ia usai berteriak seakan marah, ada doa kekuatan padamu.
                Untukmu yang masih mencari kasih ibu, temukanlah ia di telapak kasarnya yang tak henti mengikhtiarkan kemudahan langkahmu.
                Untukmu yang masih mencari kasih ibu, temukanlah ia di bebalnya telinga pada duniamu, sebab ia percaya kamu mampu.
                Untukmu yang masih mencari kasih ibu, temukanlah ia di asap dapur, dasar lantai, anak kunci, selembar jendela, sebalik pintu, juga kibar tirai rumah. Merekalah saksi bisu ungkapan cinta yang kadang sulit kita cerna.
                Untukmu yang masih mencari kasih ibu, tak perlu ragu. Peluklah ia sekarang! Maka diawal kekakuannya menerima peluk, ada hangat yang sungguh sangat ia rindukan dari kita. Biarkan ia mencarikan pencarian kita. Sebab dari semua kata yang ingin dijelaskan, hanya perlu satu tindakan untuk mengungkapkannya. :”)
               



  2. 0 comments: