Bismillaahirrahmaanirrahiim :)
Selasa,
20 Mei 2014
k.a.m.u |
Saya melukiskanmu dengan sangat
menawan beberapa tahun silam melalui sebuah beranda sosial, mengundang
banyak tanya dari rekan rekan sekitar
tentang siapa kamu sejatinya wahai kisanak? :D Hanya keentahan yang mampu saya
berikan untuk jawab tanya mereka, dan banyak harap bahwa sosokmu adalah seorang
di bawah naungan langit yang sama denganku, yang diam diam juga selalu
menyertakan saya dalam rapalan doa.
“Bocah laki laki berkacamata, mantan
sispala (siswa pecinta alam), pandai berpuisi dan jago perkusi, dengan poni
berpeci yang agak berantakan tapi tetep rajin ngaji, juga ramahnya sarung yang
diselempangkan. Serta seorang Omnifora terbaik yang pernah saya temui.” Tulis
saya di media sosial.
Gencar semua orang mengarah pada
beberapa nama. Rekan satu sispala semasa SMA, rekan satu rohis dan lembaga
dakwah kampus, juga yaa seorang Kakak Tingkat yang agak keG-eRan :P. Menepis
semua nama yang khalayak tudingkan, saya menyajikan kamu untuk mereka, sedikit
meminimalisir sangkaan tentang kamu yang sejatinya belum saya jumpa.
^O^
Bocah laki laki berkacamata, entah
sejak kapan saya begitu suka dengan kacamata hingga mencantumkannya sebagai
syarat hadirnya kamu. Ayolah, kacamata bukan semata tentang sepasang kaca kecil
yang membantu memperjelas pandang dengan sebuah frame yang mengindahkannya.
Kamu memang harus berkacamata, agar pandangmu terjaga dari hal yang tak
semestinya, memudahkanmu dalam menjaga setia. Kamu pun wajib berkacamata,
setidaknya agar kamu tahu cara pandang tepat dalam sebuah fenomena sehingga
kamu tak perlu risau dengan mata mata lain yang memandang dalam beda.
Mantan Sispala? :D Iyaa, kamu. Ingat
betapa menyenangkannya sensasi lelah sebab perjalanan yang jauh, menanjak,
menikung, menurun, curam, terjal, dan ragam tawaran topografi alam yang
kemudian dibayar lunas oleh pandang indah semesta? Guratan jingga ufuk timur
bersama sunrise, puncak gunung,
serbuan udara kaya oksigen, hijaunya khatulistiwa. Semua sajian alam yang
selalu kita jaga dalam tiga prinsip, tidak mengambil sesuatu kecuali gambar,
tidak membunuh sesuatu kecuali waktu, pun tidak meninggalkan sesuatu kecuali
jejak. Dan kamu adalah partner terbaik yang Tuhan kirim untuk membersamai
perjalanan saya. Banyaknya kesukaan pada perjalanan jauh, liburan panjang,
pantai, sunset, obrolan ringan, tawa
bersama, dan tentu saja sepasang kursi malas untuk saya dan kamu.
Setidaknya saya berharap kamu
mengijinkan jingga menjadi saksi senjanya kita. Dalam masa yang tak lagi muda,
juga anak anak yang telah berkeluarga, saya dan kamu masih siaga untuk berjalan
bersama. Mengenang pertemuan saya dan kamu yang jauh dari duga, ketertatihan
kita saling menjaga, kehadiran anak pertama hingga cucu pertama. Selingan
ringan tentang kisah kasihmu semasa sma, dengan saya memasang wajah cemburu,
dan selalu hidungku menjadi korban atas jahilnya jemarimu. Adegan senja yang
terpenuhi tawa, ditutup hening penuh bahagia, menyimak dengungan adzan semesta,
memuji asma.Nya dalam dalam bersama gandengan tangan kita yang mengerat.
Pandai berpuisi dan jago perkusi.
Tentu, kamu dan kata adalah satu paket tak terpisahkan, seperti saya dan kamu
yang sepaket dalam kita. Melalui kamu definisi puisi bagi saya meringsek tak
karuan, tak perlu liris ataupun manis. Sebab entah apa, setiap kata yang kamu
tulis seolah puisi untuk saya, terasa manis tanpa buatan. Kamu pun orang yang
tangguh dalam kemanjaan saya. Sosok laki laki kedua yang bisa saya tunjukkan
sisi manja saya saat di depan dunia berjuang penuh kemandirian. Dalam helaan
nafas sepertujuh detik, kamu akan menatap saya lembut, mengiyakan ajakan saya,
membahas satu tema. :D
Dua cangkir teh yang telah terisi
lebih dari lima kali, langkah jarum jam yang berkeliling tiga kali, juga binar
dimata saya yang belum hilang adalah diskusi kita setiap hari. Meski terkadang
kamu jemu pada paksaan saya membahas Supernova, Rectoverso, Dee hingga Andrea
Hirata juga Seno Gumira Ajidarma, satu hal yang membuatmu tak jengah, cinta. :D
cinta yang membuat Jalaluddin Rumi bersanding mesra dengan guratan Dewi Lestari
hingga Kitab Al – Hikam Ibnu Athaillah berkoalisi dengan perjalanan budaya
Andrea Hirata juga sanjungan untuk senja dari Seno Gumira Ajidarma mewarnai
bincangan kita. Aku mencintai kita dalam meski. :”)
Lantas lisanmu yang menyuarakan
kelembutan, bukan macam suara kebanci-bancian yang sangat peduli pada
pencitraan. Sungguh kamu tak harus menjadi ikhwan yang kabarnya harus
berjambang dan bercelana cingkrang. Kamu adalah laki laki Islam yang tak lalai
pada lima waktu wajibnya dengan rutin mendirikan sunnah pendekat jannah. Lisan
yang juga mengabarkan bahwa laki laki pun mampu menyandingkan kelembutan
bersama sikap ketegasan, layaknya dawai gitar yang lembut namun tegas
menyuarakan ruang resonansi.
Sebagaimana dalam kamus biologi tentang
klasifikasi makhluk hidup berdasarkan jenis makanannya. Kamu adalah satu
omnifora terbaik yang pernah saya temui. Seorang yang tidak terlalu rewel
dengan makanan yang masuk mulutnya. Cukup mensyaratkan halal, bersih dan sehat.
Sudah dan selesai. Tak pernah mengeluhkan bahan apapun yang saya masakan
untukmu. Bahkan meski itu Cuma telur goreng dan kecap, atau tempe dan sayur
bayam bening. Kamu adalah yang sedia menerima setiap menu tanpa keluh, ya
beberapa isyarat barangkali coba kamu kirim melalui porsi yang lebih sedikit
atau seraut kemasaman wajah lantas meninggalkan makanan untuk makhluk lain
serupa kucing atau ayam :v Isyarat lembut yang harus segera saya cerna agar tak
terulang kembali. :D Tapi kamu adalah juara untuk omnifora. ^_^
^O^
Terlepas dari frasa yang melukiskan
kamu dalam pandang saya, kehadiranmu selalu lebih indah dari lukisan saya. Tak
perlu membebani diri dengan harapan saya ini, faktanya saya akan tetap
membersamaimu merajut amal menuju jannah.Nya bersama – sama.
Bertemu
denganmu.
Saya pernah membayangkan bagaimana
prosesi pertemuan saya dan kamu. Bukan dengan tatap dan surat penuh sakit merah
jambu serupa remaja kini, bukan jumpa yang dipaksakan oleh salah satu dari kita
sekalipun saya dan kamu benar-benar menginginkannya. Saya dan kamu bertemu
sebab memang sudah masanya bertemu, seseorang yang mungkin sudah saya kenal
dekat, seseorang yang mungkin baru saya dengar namanya, seseorang yang mungkin
benar benar pertama kali saya kenal, atau seseorang yang pernah berpapasan
dalam perjalanan.
Bahkan saya sudah berharap pertemuan
saya dengan seseorang yang kelak melengkapi saya itu serupa pertemuan sahabat
lama, entah bagaimana semua ringan berjalan, mengalir apa adanya tanpa paksaan,
bertemu seseorang yang nyata mampu menjadi
partner of life menggenapi
separuh agama. Ah, bukankah dilangit (dulu) saya dan kamu adalah sahabat? Bumi
adalah pemisah sekaligus penguat dalam satu paket. Sayangnya saya cukup sulit
menerka bagaimana rupa sahabat langit saya itu diwajah semesta kini. :”)
Semoga saya dan kamu dimudahkan menjaga apa yang
seharusnya terjaga. Diringankan melafalkan syukur atas jalan masing masing diri
hingga kelak saling menemui. Dilancarkan menyelsaikan apa apa yang harus
diselesaikan dari saya dan kamu sebelum menjadi kita.
Kemudian kamu adalah kamu, yang tak
dibatasi sebuah pandang pencintraan. Leluasa bergerak dalam untaian al-quran
dan sunnah. :”). Iya, itu kamu dalam harapan juga dalam khidmat sujud panjang.
:”) Semoga dimudahkan menjaga :”) Semoga dipertemukan dalam jalan penuh perjuang
bersama :”) Semoga di dekatkan dengan ragam kebaikan pembawa manafaat untuk
umat :”) Aamiiin :”)
Sampai bertemu lagi, Sahabat
Langitku ^_^
0 comments:
Post a Comment